Ketika Timor Leste resmi menjadi anggota ke-11 ASEAN, elit politik di Dili menyambutnya sebagai "momen bersejarah." Namun, bagi mereka yang memahami dinamika kawasan dan sejarah kelam Timor Leste, langkah ini bukanlah pencapaian diplomatik, melainkan alarm bahaya yang sengaja diabaikan.
Karena sesungguhnya, keanggotaan Timor Leste bukan soal kesiapan atau legitimasi demokratis. Ini adalah proyek politik elite yang membuka celah bagi kekuatan asing—terutama China—untuk masuk lebih dalam ke jantung ASEAN.
1. Negara Rapuh, Elite Kuat, dan Infiltrasi China
Timor Leste lahir dari legitimasi yang cacat: Jajak Pendapat 1999 yang tidak inklusif, digelar di bawah tekanan internasional.
Dua dekade kemudian, apa yang dicapai?
.90% APBN bergantung pada minyak dan utang luar negeri.
.Elit eks-gerilyawan mendominasi politik, sementara birokrasi dan layanan publik terbengkalai.
.China masuk lewat pintu belakang: menjadi penyandang dana utama infrastruktur, telekomunikasi, hingga proyek keamanan.
Dari Pelabuhan Tibar Bay hingga rencana pangkalan maritim, utang Timor Leste kepada China terus membengkak. Jika gagal bayar, aset-aset strategis ini bisa beralih ke Beijing—sebuah skenario debt-trap diplomacy yang sudah terlihat di Sri Lanka dan Laos.
2.Kuda Troya China di ASEAN
ASEAN didirikan atas prinsip non-intervensi, konsensus, dan kedaulatan negara anggota. Namun, dengan menerima Timor Leste—sebuah negara yang:
- Lahir dari intervensi asing,
- Tidak memiliki kapasitas kelembagaan yang memadai,
- Dan semakin tergantung pada China,
ASEAN justru melanggar prinsipnya sendiri. Lebih berbahaya lagi: ini membuka celah bagi China untuk memecah konsensus regional, seperti yang terjadi dalam isu Laut China Selatan.
Bayangkan jika Timor Leste, sebagai anggota penuh:
.Secara konsisten menolak kebijakan ASEAN yang bertentangan dengan kepentingan China,
.Menghambat konsensus dengan alasan 'kedaulatan' atau 'netralitas',
.Bahkan mengizinkan kehadiran militer China di wilayahnya atas nama 'kerja sama pembangunan'.
Contoh Nyata yang Sudah Terjadi
.Kasus Kamboja & Laut China Selatan (2012 & 2022):
Kamboja (yang sangat bergantung pada China) memblokir pernyataan bersama ASEAN terkait sengketa Laut China Selatan, hingga akhirnya forum bubar tanpa kesepakatan. Ini bukan "veto", tapi efeknya sama: konsensus hancur karena satu negara tunduk pada tekanan Beijing.
.Proyek Infrastruktur China vs Prinsip ASEAN:
Jika Timor Leste (dengan utang besar ke China) menolak kritik terhadap proyek BRI yang merusak lingkungan atau kedaulatan regional, ia bisa menjadi penghalang dalam pembahasan kebijakan bersama.
China sudah terbukti memanfaatkan celah ini melalui Laos dan Kamboja. Timor Leste bisa menjadi aktor berikutnya.
Jika ASEAN sudah kesulitan menyatukan suara karena pengaruh China di Kamboja/Laos, bagaimana jika Timor Leste—dengan ketergantungan ekonomi yang lebih besar pada Beijing—bergabung dalam permainan ini?
Maka, ASEAN bukan hanya kehilangan kredibilitas, tetapi juga kendali atas stabilitas regional.
3. Masa Depan ASEAN: Fragmentasi atau Kewaspadaan?
ASEAN sudah kesulitan menjaga kesatuan sikap akibat tekanan China lewat Kamboja dan Laos. Dengan Timor Leste yang semakin terjerat utang dan pengaruh Beijing, blok ini berisiko mengalami disintegrasi strategis.
Pertanyaannya sekarang:
.Apakah ASEAN siap menghadapi anggota yang bisa menjadi proxy China?
.Akankah kawasan ini terjebak dalam perang pengaruh antara AS dan China, dengan Timor Leste sebagai batu loncatan Beijing?
ASEAN Harus Bangun Sebelum Terlambat
Bagi rakyat Timor Timur pro-integrasi, keanggotaan Timor Leste di ASEAN bukanlah kemenangan, melainkan pengkhianatan. Sebuah negara yang dibangun di atas penderitaan rakyat, dikendalikan elite korup, dan kini menjadi pion China, tidak layak disebut "mitra setara" di kawasan.
ASEAN harus waspada:
Timor Leste bukan sekadar anggota baru—ia bisa menjadi titik lemah yang mengundang malapetaka. Jika tidak hati-hati, langkah ini bukan awal dari persatuan, melainkan bibit perpecahan yang suatu hari akan meledak.ASEAN harus meninjau ulang, atau setidaknya mewaspadai: Timor Leste bukan sekadar anggota baru,tapi bisa jadi Kuda Troya yang menunggangkan kekuatan asing ke jantung Asia Tenggara
Pilihan ada di tangan ASEAN: tetap diam dan membiarkan China masuk, atau menegaskan kembali prinsip kedaulatan sebelum semuanya terlambat.