BUKAN HAL BARU TIMOR LESTE GANDRUNG AKAN KEBENCIAN

 


Apa yang ditulis dan dilakukan oleh Jhon Mantily dan banyak orang Timor Leste, saya sama sekali tidak terganggu. Banyak yg marah dan tidak puas dengan tulisan saya. Saya tidak mungkin memuaskan semua orang karena saya bukan pemuas. Saya sadar dalam perjuangan untuk mengungkapkan kebenaran Integrasi dan fakta sejarah,pasti akan muncul mahluk-mahluk seperti ini dan merasa terganggu karena kenyataan yang tidak mereka ingin hadapi.

Cacian mereka adalah bukti bahwa kata-kata saya telah menggores sesuatu yang lebih dalam—mengusik ketenangan hati nurani mereka sendiri. Mereka boleh mengundang sebanyak mungkin orang untuk membenci saya. Tetapi yg perlu mereka tahu: Kebencian, meskipun diteriakkan berjamaah, tidak pernah bisa mengubah fakta sejarah. Dan kebencian tidak pernah mengangkat derajat siapa pun — ia hanya memperlihatkan siapa yang ketakutan kehilangan kendali atas kebenaran.

Itu bukan hal baru bagi saya. Lebih dari itu juga banyak di inbox-inbox saya. Ada yang mengirim gambar Katana (Parang) dengan ancaman, "Anda pulang, kami akan sambut dengan ini," ada yang menyebut saya anak p...r, dan berbagai ancaman lainnya. Namun sayangnya, mereka yang mengancam menggunakan akun palsu. Namun, tidak sedikit juga yang bersimpati, ada yang prihatin dengan sikap kami yang menolak untuk kembali ke Timor Leste dan terus berjuang untuk hak kami sebagai Integrasionis.

Saya diajar oleh orangtua saya untuk berlaku adil kepada sesama Timor. Untuk melindungi sesama Timor dan menolong mereka jika kita berada dalam posisi yang lebih tinggi—seperti saat kita menjadi pejabat, pemimpin, atau apapun posisi yang memungkinkan kita membantu. Jangan melihat perbedaan, tetapi lihat pada kesamaan antar kita sebagai sesama Timor. Inilah filosofi “Timoris Sejati” yang ditanamkan dalam diri saya.

Oleh karena itu, meskipun ayah dan kakek saya menjadi korban kekejaman FRETILIN selama perang saudara tahun 1975, dan paman saya, Casimiro, dibunuh oleh mereka, ayah dan kakek saya tidak membalas dengan cara yang sama ketika mereka berada dalam posisi yang lebih kuat. Mereka memilih untuk tidak melakukan tindakan balas dendam terhadap FRETILIN, meskipun mereka memiliki kesempatan itu. Itulah contoh nyata dari “Timoris Sejati.” Seorang Aswain (Ksatria) Timor, seorang ksatria Timor, tidak diukur dari kebanggaan menebas kepala lawan, mencaci maki orang yang berbeda ideologi, atau bahkan membunuhnya. Itu bukanlah tindakan seorang Aswain Timor, dan itu bukanlah sesuatu yang pantas dibanggakan.

Seorang Aswain Timor lebih memilih untuk membangun dan menyatukan, memberikan keadilan tanpa memandang siapa pun, dan menjaga harga diri tanpa harus merendahkan orang lain. Itulah yang harus dipertahankan dalam hidup kita sebagai orang Timor—tindakan yang berbasis pada kebijaksanaan dan rasa hormat terhadap sesama, bukan kebencian yang berakar pada perbedaan.

Saya menyadari betul bahwa kebencian dan caci maki bukan hal baru bagi saya. Dalam setiap perjuangan yang berakar pada kebenaran, terutama yang berhubungan dengan integrasi Timor Timur, ada saja caci maki dan ancaman. Namun, saya tidak akan tergoda untuk merendahkan diri ke level tersebut. Kebenaran yang saya bawa lebih besar daripada apapun yang bisa mereka lontarkan.

Mereka memang gandrung akan kebencian, kekerasan, ancaman, dan caci maki—itu sudah menjadi tabiat mereka. Mereka bangga dengan itu, seolah-olah itu adalah bukti kehebatan atau kekuatan mereka. Memang, hal ini bukanlah hal baru bagi kami, karena kami telah menyaksikan bagaimana mereka melakukannya sejak 1975, saat mereka menangkap, memenjarakan, menyiksa, dan membantai massal anggota Apodeti yang mereka anggap berbeda dengan mereka.

Mereka bebas memilih jalan hidup mereka; sebagian memilih membangun, sebagian memilih membenci. Saya tidak menuntut mereka untuk mengerti, saya hanya menunaikan kewajiban saya untuk menyatakan kebenaran yang harus diketahui oleh dunia.

Sejarah tidak pernah mencatat orang-orang yang hanya pandai memaki. Sejarah hanya mencatat mereka yang berdiri di sisi yang benar—meskipun berdiri sendirian.

Mereka yang hari ini sibuk menabur kebencian mungkin merasa sedang memenangkan sesuatu. Padahal, dalam diam, mereka hanya sedang menulis kisah kecil tentang kegagalan mereka. Biarkan waktu bekerja. Seiring waktu berlalu, hanya dua hal yang akan tinggal: kebenaran... dan nama-nama yang akan dilupakan.

Saya tidak akan terjebak dalam kebencian. Jika mereka ingin terus hidup dalam ilusi, saya biarkan saja. Karena mereka yang hanya terjebak dalam amarah dan kebencian tidak pernah bisa memahami apa artinya kedamaian dan keberanian berbicara dengan hati yang penuh keyakinan.

Pada akhirnya, ini bukan soal saya atau mereka. Ini tentang kebenaran—kebenaran yang tidak bisa mereka bunuh dengan caci maki ataupun ancaman.

Timor Leste boleh merasa arogan hari ini, membusungkan dada seolah telah meraih kemenangan. Mereka boleh menari di atas puing-puing kebenaran yang mereka hancurkan sendiri. Tapi biarlah, sebab kemenangan yang dibangun di atas kebohongan hanya akan bertahan sampai waktu menelanjanginya.

Dan ketika saat itu tiba, nama-nama mereka akan hilang bersama arogansi mereka, sementara kebenaran akan tetap berdiri tanpa perlu berteriak.


Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama