Membongkar Narasi Tunggal: Upaya JIFAV Mengungkap Sejarah yang Dibungkam dalam Tragedi Timor Timur

Oleh: Basmeri Integrasionis


“Truth is the first casualty of war.” – Aeschylus

(“Kebenaran adalah korban pertama dari perang.”)

Selama lebih dari dua dekade, dunia internasional menelan mentah-mentah narasi tunggal yang mengisahkan bahwa tragedi Timor Timur adalah akibat dari penjajahan brutal Indonesia terhadap rakyat Timor yang damai dan cinta kebebasan. Padahal, kebenaran sejarah sangat jauh lebih kompleks dan memilukan. Sebuah sejarah yang dikuasai oleh propaganda separatis, khususnya oleh kelompok ekstremis FRETILIN, yang dengan cerdik memonopoli simpati dunia melalui strategi pengorbanan martir dan pengaburan fakta. Kini, kebenaran yang selama ini dibungkam mulai bangkit melalui JIFAV (Justice for Apodeti Victims).

Arsenio Horta, adik kandung dari Presiden Timor Leste José Ramos-Horta, menyebutkan secara terang:

"Ada ribuan orang yang dapat menjadi saksi akan kekejaman Fretilin ini."

Pernyataan ini menggambarkan kengerian yang terjadi jauh sebelum Indonesia masuk ke Timor Timur, membantah tuduhan bahwa semua kekejaman adalah tanggung jawab TNI. JIFAV menilai bahwa kekejaman tersebut adalah akar dari kehancuran sosial Timor Timur—sebuah kehancuran yang hari ini disamarkan sebagai ‘perjuangan kemerdekaan’.

JIFAV bukan hanya wadah nostalgia bagi para integrasionis Timor Timur yang keluar dari Timor Timur dan dilupakan. Ia adalah alat perjuangan hukum dan moral untuk mengangkat kembali hak-hak korban yang selama ini tak punya suara. Kampanye JIFAV berfokus pada pembongkaran kebohongan struktural yang telah membentuk opini internasional tentang konflik Timor Timur. Salah satu fokus utamanya adalah membawa kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh FRETILIN—baik sebelum maupun selama integrasi dengan Indonesia—ke pengadilan HAM dunia. Ini termasuk kekejaman sistematis terhadap warga sipil dari partai-partai pro-Integrasi seperti APODETI, UDT, KOTA, dan Trabhalista, serta genosida terhadap mereka.

FRETILIN dan Desain Kekejaman sebagai Alat Perjuangan

FRETILIN bukan hanya sekadar kelompok politik. Ia adalah organisasi militan dengan rekam jejak panjang dalam menggunakan kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan politiknya. Testimoni Arsenio Horta, adik kandung Presiden José Ramos-Horta, yang menyaksikan langsung pembantaian dan kekejaman oleh FRETILIN terhadap sesama rakyat Timor, adalah bukti nyata akan adanya genosida internal yang selama ini ditutup-tutupi. Sayangnya, karena FRETILIN mampu membungkus perjuangannya dalam narasi “kemerdekaan dari kolonialisme”, dunia pun menutup mata terhadap kekejaman mereka.

Ironisnya, kekejaman tentara Indonesia yang sering dipublikasikan sebenarnya adalah reaksi atas provokasi yang telah dirancang secara sistematis oleh FRETILIN. Strategi mereka sederhana namun keji: ciptakan martir, tangkap kamera, dan sebarkan ke dunia sebagai simbol penindasan. Ini adalah bentuk "perjuangan dengan pengorbanan terencana", mirip dengan taktik gerakan revolusioner lainnya yang mengandalkan penggambaran diri sebagai korban demi membangkitkan simpati global. Dalam banyak kasus, warga sipil dijadikan tameng atau dikorbankan sendiri oleh FRETILIN demi meraih efek politis internasional.

Pengadilan HAM Internasional: Harapan Akan Keadilan Sejati

Upaya JIFAV untuk membawa kasus ini ke pengadilan HAM internasional bukan sekadar langkah simbolik. Ini adalah perlawanan terhadap standar ganda dalam penegakan hak asasi manusia. Mengapa korban dari pihak pro-Integrasi dilupakan? Mengapa kekejaman FRETILIN sebelum 1975 hingga tahun-tahun awal integrasi tidak pernah diadili? Dunia seolah memaafkan semua bentuk kekerasan selama dilakukan atas nama “kemerdekaan”, padahal kejahatan tetaplah kejahatan, siapa pun pelakunya.

Keadilan Sejati Tak Memihak Pemenang

Sejarah tidak boleh hanya ditulis oleh pemenang. Jika dunia sungguh-sungguh peduli pada prinsip keadilan dan HAM, maka semua korban harus dilihat dengan mata yang sama. Kekerasan oleh FRETILIN atas sesama rakyat Timor Timur adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, sebagaimana kekerasan oleh militer manapun. Tidak ada hak istimewa atas dasar ideologi perjuangan. Kebenaran dan keadilan harus ditegakkan di atas semua pihak.

“There can be no reconciliation without truth. And there can be no peace without justice.”

– (Nelson Mandela)

“Tidak akan ada rekonsiliasi tanpa kebenaran. Dan tidak akan ada perdamaian tanpa keadilan.”

– (Nelson Mandela)

Maka hari ini, melalui suara JIFAV, dunia diajak untuk mendengar sisi lain dari sejarah Timor Timur—yang selama ini dibungkam oleh kekuasaan, diabaikan oleh media, dan dikubur oleh narasi palsu. Sudah waktunya dunia membuka mata: bahwa tidak semua yang mengaku pejuang adalah korban, dan tidak semua yang dituduh penindas adalah pelaku. Kebenaran menunggu untuk dibebaskan.


Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama