Di Rumah Avo Maria, Jalan Amabi No. 109 Tofa-Oebufu, Kota Kupang, suasana haru menyelimuti acara Deklarasi dan Refleksi 51 Tahun Apodeti.
Di tengah linangan air mata dan suara yang sesekali bergetar, Ketua Umum Justice For Apodeti Victims (JIFAV), Olegario Miguel Soares, menyampaikan pernyataan penuh luka dan harapan yang telah lama terpendam.
Dengan suara parau menahan emosi, Olegario mengawali pidatonya dengan penghormatan kepada para sesepuh Apodeti dan keluarga besar korban kekejaman FRETILIN, mereka yang selama 51 tahun hidup dalam bayang-bayang sejarah yang menyingkirkan, bukan merangkul.
"Kami adalah anak-anak dari mereka yang hilang. Kami adalah suara dari yang dilupakan," ucapnya sambil mengusap air mata (27/5/2025).
JIFAV lahir sebagai wujud keberanian untuk mengungkap kebenaran sejarah yang selama ini dikubur.
Organisasi ini bukan alat balas dendam, melainkan kendaraan untuk menuntut keadilan yang manusiawi, keadilan yang mengakui luka masa lalu, mengangkat martabat para korban, dan memberi ruang bagi suara-suara yang selama ini tercecer dalam narasi besar bangsa. "Keadilan berarti dunia mendengar kami. Keadilan berarti sejarah tidak hanya milik mereka yang bersenjata dan menang, tapi juga milik mereka yang disakiti dan dibungkam," tegas Olegario.
Pernyataan itu bukan hanya sekadar pernyataan, tetapi jeritan sunyi yang akhirnya menemukan momen yang telah lama dinantikan.
Ia berbicara tentang trauma anak-anak yang tumbuh tanpa orang tua, istri-istri yang kehilangan suami, dan keluarga-keluarga yang diasingkan hanya karena pilihan politik mereka, pilihan untuk berintegrasi dengan Indonesia lewat Apodeti.
"Apodeti bukan sekadar partai politik. Apodeti adalah sejarah kami, darah dan keyakinan kami bahwa integrasi dengan Indonesia adalah jalan menuju masa depan bersama. Tapi karena pilihan itu, kami dicap pengkhianat, dijuluki 'Fan Rai'—penjual tanah," katanya lirih.
Olegario menyampaikan bahwa Apodeti telah membayar mahal.
Para pejuangnya dibantai, ditawan, dan dilabeli sebagai pengkhianat, padahal yang mereka perjuangkan adalah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
"Mereka bukan penjahat, mereka adalah korban kekejaman yang sejarah coba sembunyikan." Dengan mendirikan JIFAV tepat di hari ulang tahun Apodeti, Olegario ingin menegaskan bahwa semangat para leluhur yang berjuang untuk integrasi tidak akan mati.
"Kami ingin memastikan bahwa keluarga kami tidak mati percuma. Kami ingin menjadikan luka kami sebagai hikmah perdamaian bagi bangsa ini."
Deklarasi ini menjadi momen bersejarah, bukan hanya bagi JIFAV, tetapi bagi bangsa yang sedang mencari wajah jujur dari sejarahnya sendiri.
Masih ada luka-luka yang belum sembuh, dan hari ini, luka itu memilih untuk bersuara.