Jika Narasi "Pahlawan vs Pengkhianat" Terus Dipelihara, Maka Perdamaian Timor Leste Akan Tetap Jadi Ilusi


Terima kasih atas pendapatnya, saudaraku Joanimor Belo. Suara seperti ini sangat penting untuk membuka ruang dialog yang lebih jujur dan menyeluruh. Semoga semakin banyak anak Timor yang berani melihat sejarah dari berbagai sisi demi rekonsiliasi yang sejati.

Salah satu akar masalah dalam konflik identitas di kalangan masyarakat Timor Leste hari ini adalah kecenderungan sepihak untuk mengklaim diri sebagai pejuang, sembari menuding mereka yang berbeda pandangan politik—khususnya para integrasionis di tanah rantau—sebagai pengkhianat dan milisi. Ironisnya, kelompok seperti FRETILIN yang saat ini dielu-elukan sebagai pejuang kemerdekaan, juga merupakan milisi bersenjata yang pada 1975 secara sistematis membantai rival-rivalnya seperti APODETI, UDT, KOTA, dan Trabalhista—partai-partai yang juga terdiri dari anak-anak Timor.

Apa pun dalihnya, termasuk mengatasnamakan perjuangan kemerdekaan, tidak pernah dapat dibenarkan ketika seseorang mencabut kemerdekaan hidup saudaranya sendiri. Perjuangan sejati adalah membebaskan rakyat, bukan membungkam atau menghabisi mereka yang berbeda pandangan.

Selama narasi pahlawan versus pengkhianat terus dihembuskan oleh sebagian elit dari entitas yg bernama 'negara Timor Leste', rekonsiliasi hanya akan menjadi retorika kosong. Perdamaian sejati tidak bisa tumbuh di atas glorifikasi sepihak dan pengaburan kejahatan masa lalu. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk menempatkan sejarah secara jujur, mengakui bahwa semua anak Timor—di mana pun posisinya dalam sejarah—telah menjadi korban dari gagalnya proses dekolonisasi 1975.

Selama kebenaran hanya dimonopoli oleh satu kubu dan luka sejarah dipolitisasi demi kepentingan identitas kelompok tertentu, maka perdamaian di Timor Leste tidak akan pernah benar-benar tiba—ia akan tetap menjadi angan-angan, bukan kenyataan.


Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama