Rasa cinta terhadap tanah air (nasionalisme) menjadi salah satu standar besar bagi pembangunan sebuah bangsa. Jika ingin terus bangsa ini dicintai rakyatnya, maka memupuk rasa nasionalisme adalah sebuah keharusan. Dalil tersebut rasanya masih relevan serta akan terus diusahakan oleh mereka yang masih dan terus mencintai Indonesia. Adalah Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang pada Juli lalu menjembataninya. Bekerja sama dengan SMA Negeri 32 Jakarta, Ekskul History Club 32, dan didukung oleh Channel Timtim Files, salah satu kampus tua di Jakarta ini menggelar seminar dalam kerangka besar Nasionalisme Indonesia.
Francisco Xavier Lopes da Cruz
Persiapan sudah dilakukan selama beberapa bulan belakangan dengan
menunjuk seorang tokoh pelaku dan saksi sejarah sesuai kerangka tersebut.
Beliau ialah Francisco Xavier Lopes da Cruz yang dapat dipandang sebagai simbol kokohnya nasionalisme
Indonesia. Bagaimana tidak, beliau terjun langsung dalam peperangan hingga
diplomasi dikancah internasional dalam meng-integrasi-kan Timor Portugis
menjadi propinsi Timor Timur (Timtim), dan ketika diadakan jajak pendapat tahun 1999, beliau memilih
Indonesia mempertahankan ke-WNI-annya. Opa sebagai nama panggilan akrabnya kini ketika usia senja, berujar tentang itu
semua: “sekali Indonesia, tetap Indonesia”. Di umur ke-84 tahun Opa masih terlihat bugar, dan dikenal dalam sejarah sebagai
tokoh Deklarasi Balibo yang masih berumur panjang. Tim
pelaksana kegiatan seminar ini, yang merupakan dosen program studi (Prodi) Pendidikan Sejarah, Dr. Djunaidi, M. Hum
menyatakan bahwa tokoh atau saksi sejarah yang masih hidup dan sehat tersebut, masih
dapat memberikan kesaksian sejarah yang sangat penting bagi sejarah Indonesia. Opa Lopes adalah tepat
menjadi narasumbernya.
Gelaran seminar ini diselenggarakan
dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengabdian Prodi
Pendidikan Sejarah UNJ pada masayarakat. Siswa-siswi yang tergabung dalam Ekskul
History Club pada SMAN 32 Jakarta menjadi sasaran pengabdian kali ini. Dengan
tema “Peningkatkan Pemahaman Sejarah Timor Timur Melalui Oral History Saksi dan
Pelaku Sejarah untuk Siswa-siswi History Club SMAN 32 Jakarta” dilaksanakanlah seminar sehari pada hari Selasa 29 Juli 2025. Anggota Tim yang juga berprofesi sebagai dosen Prodi Pendidikan Sejarah UNJ
Dr. Nurzengky
Ibrahim, M.M. menyatakan bahwa disaat momentum terdekat di hari kemerdekaan 17 Agustus, adalah tepat rasanya
menghadirkan tokoh yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi guna mengobarkan semangat nasionalisme
siswa-siswa Ekskul Histoy Club.
Menjadi Tempat Seminar
Berbeda dari kebiasaan umum, dimana seminar
digelar pada ruangan atau gedung tertentu, panitia pelaksana memilih untuk
menyambangi kediaman narasumber Franscico Xavier Lopes
De Cruz. Kedatangan rombongan peserta
seminar dari SMAN 32 Jakarta dan UNJ disambut langsung oleh Opa Lopes.
Berjumlah 32 orang yang terdiri dari 2 dosen, 7 guru, 2 mahasiswa, 1 pelatih
Ekskul History Club dan 22 siswa-siswi langsung memadati rumah dengan ornamen klasik Portugal kental
nuansa Katolik berlokasi tidak jauh dari pekuburan Bung Hatta di Tanah Kusir. Memasuki
rumah spesial ini, sambil melongok kiri dan kanan juga ke atas, semua peserta
seminar kemudian duduk rapi didepan narasumber dalam ruang tengah terhampar
altar beribadat yang disulap menjadi ruang seminar untuk berbagi kisah sejarah
Timor Timur.
Tepat pukul 10.00 WIB, pembawa acara yang digawangi oleh mahasiswa UNJ membuka seminar dengan khidmat yang diikuti menyanyikan lagu Indonesia Raya secara bersama-sama sambil berdiri siap sedia. Selanjutnya, diskusi berkolaborasi dengan siswa-siswi untuk memastikan pemaparan narasumber dan jalannya tanya jawab peserta berlangsung apik. Pada sambutannya, Ketua Tim Pelaksanaan pengabdian Prodi Pendidikan Sejarah UNJ Sri Martini, S.S, M. Hum menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang unggul dan berdaya guna bagi kebaikan serta kemajuan masyarakat.
Oral History
Pola seminar ini menampilkan foto-foto perjalanan
hidup Franscico Xavier Lopes de Cruz dari jaman muda hingga terkini. Disetiap foto
yang terpampang pada layar lebar, Opa Lopes kemudian berlisan berkisah foto momen
gambar dirinya, baik itu monolog juga dialog karena pertanyaan berjalan silih
berganti. Peserta seminar, baik itu dosen, guru, dan siswa, antusias mengajukan
pertanyaan dan merespon penuturan lisan Opa. Dari puluhan slide yang muncul, kemudian
tersaji rentetan oral history bukan hanya sekedar kisah karir pribadi tapi juga
sebuah perjalanan sejarah Timor Timur. Pemilihan sikap beliau sejak awal dan
konsisten dibarisan pro-integrasi, adalah sebuah ukiran bagunan kokoh
nasionalisme Indonesia.
Sementara ada pibadi juga kelompok yang kemudian
“berbelok arah” atau “berbalik arah” meninggalkan integrasi Timor Timur dan
melawan Indonesia, Opa malahan berjuang untuk turut mengukuhkan propinsi Timor
Timur dari dalam negeri hingga diplomasi dunia internasional. Di masa perang
fisik berada didepan selaku Presiden UDT, ketika perang tidak lagi menjadi arus
utama, beliau menyambungkan simpul-simpul yang telah rapuh juga nyaris terputus
total selamanya. Membawa nama Indonesia sebagai wakil resmi negara, dilantik menjadi
Utusan Khusus Presiden Suharto, Opa memperbaiki hubungan antara Indonesia
dengan Portugal yang “hampa” sejak 1975, dan mengusung rekonsiliasi faksi-faksi
Timor Timur yang saling bertikai.
Langkah awal dan terbilang besar telah
dilakukannya, dan hasil terus berangsur membaik. Walaupun belum memenuhi
kesepahaman yang disepakati bersama secara paripurna, namun pintu komunikasi
terbuka lebar. Reformasi dan dengan cepat diikuti jajak pendapat yang
memberikan 2 opsi “revolusioner” dibawah Presiden Habibi, dikhawatirkan
olehnya. Proses penentuan pendapat rakyat seharusnya melalui cara damai seperti
yang diidamkannya ternyata berbanding terbalik dikalangan akar rumput, kedua
belah pihak baku hantam, juga baku bunuh, terutma kondisi paska pengumuman
jajak pendapat yang dipercepat oleh PBB melalui Sekjen Koffi Annan. Timtim kemudian
pisah dari Indonesia, dan berubah menjadi negara baru di tahun 2002.
Tawaran kencang sekaligus terasa bagaikan angin syurga
agar kembali ke RDTL (nama baru Timor Timur) tak tanggung-tanggung dilakoni
langsung oleh tokoh-tokoh besar Timor Leste. Bertatap langsung semalam suntuk, Opa
Lopes ditawarkan juga dipastikan mendapat kursi empuk Presiden atau Perdana
Menteri jika menjadi warga negara RDTL dan kembali tinggal di-mother land-nya.
Disinilah ujian nasionalisme Franscico Xavier Lopes De
Cruz benar-benar keras!. Di saat
moment inilah, Opa bersikap tegas kepada ajakan nyata tersebut, dan beliau
tetap teguh pada pilihannya sejak awal yaitu tetap Indonesia, mempertahankan
ke-WNI-annya. Di saat yang sama, beliau berujar akan membantu Timor Leste dari
sini, dari negara yang selama 24 tahun telah membangun Timor Timur. Sebuah
sikap nasionalis yang layak dicontoh sambil terus menyambung persahabatan dan
persaudaraan yang selama jaman integrasi dilabeli sebagai musuh dimedan tempur
juga dimeja diplomasi.
Harapan
Bertepatan dengan dikumandangkannya adzan zhuhur,
seminar berakhir. Setelah acara ramah tamah, seluruh peserta seminar menuju
SMAN 32 Jakarta. Ibadah dilaksanakan dan kegiatan dilanjutkan dengan evaluasi
secara tertulis. Siswa-siswi dipersilahkan mengisi lembaran evaluasi seminar
Nasionalisme Indonesia kali ini. Selanjutnya kedua dosen UNJ tampil ke depan
siwa-siswi yang dalam posisi lesehan untuk dialog tentang konten seminar juga merefleksikannya.
Tak luput, admin Channel Timtim Files yang turut mendukung kegiatan ini,
diberikan porsi waktu berbicara terkait kisah sejarah Timor Timur yang
terbilang kontroversi. Pada kesempatan akhir pertemuan kali ini bersama semua
peserta seminar, mereka sepakat untuk mendukung kegiatan serupa yang semoga
kembali dapat dijembatani oleh UNJ diwaktu mendatang. Diantara siswa
berseloroh: “bapak, ibu dosen, ayo donk kita kunjungan ke museum” sebuah ucapan
semangat untuk mengetahui lebih dalam sejarah bangsa ini . Keduanya menyambut
baik semangat ini yang diamini oleh seluruh siswa. “Semoga UNJ lanjutkan
program Pengabdian Masyarakat di sekolah kami lagi”, lanjut siswa tersebut.
Acara evaluasi dan refleksi seminar seakan berubah menjadi acara “sambung rasa” yang bertempat diperpustakaan SMAN 32 Jakarta
ini, kemudian ditutup.
Mengakhiri seluruh rangkaian kegiatan ini, setiap perwakilan bersua kepala sekolah diruangannya. Pada kesempatan ini, Johari, S.Pd. selaku kepala SMAN 32 Jakarta, berterima kasih karena UNJ telah mengadakan edukasi sejarah. Beliau berharap siswa-siswi dapat tambahan amunisi materi sejarah Timor Timur sekaligus memahami dengan tepat kontroversi sejarah yang menyertainya. “Semoga kegiatan-kegiatan serupa dapat hadir kemudian hari disekolah kami”, tutup Johari,S.Pd.