KETIKA PARA PREMAN MABUK MENGINISIASI LAHIRNYA RESOLUSI BAGI PENUTUPAN 14 JURUSAN PERGURUAN TINGGI DI TL


 

Editor: Rama Cristo, S-33

A. Prefasi:

=========

Seorang sahabat mengirim saya pesan melalui inbox dan menanyakan begini;

"Bro...Bidang Pendidikan itu kan di bawah tanggung-jawabnya Mariano Assanami sebagai Wakil Perdana Menteri dan Jose Honorio sebagai Menteri Pendidikan Tinggi. Mereka ini adalah orang-orang PD (Partai Demokrat) yang berlatar belakang sebagai Anggota RENETIL yang mengaku pejuang pembebasan tanah air dan pembebasan rakyat. Tetapi kenapa justeru orang-orang ini yang menginisiasi lahirnya resolusi untuk menutup 14 departamen di peruguruan tinggi, yang kemudian dibawa ke pertemuan Dewan Menteri untuk disahkan pada 9 April 2025? Apakah resolusi ini adalah bagian dari pengamalan prinsip kedua RENETIL: "pembebasan rakyat? Dan bagian dari implementasi program-program PD yang disampaikan saat kampanye??"

Setelah membaca pesan di atas, jujur, sebagai Membru Juradu RENETIL dan juga sebagai salah satu pendiri PD (Partai Demokrat), saya "speechless". Sampai detik ini saya belum bisa membalasnya. Terlalu sulit untuk menemukan argumen tanggapan, karena yang diangkat adalah fakta. Para filsuf selalu bilang: "kebenaran tertinggi terletak pada fakta". Maka saya lebih baik bersikap pura-pura tidak membaca pesan tersebut, dan sebagai gantinya, saya memilih memposting catatan pendek ini. 

Kepada sahabat yang merupakan salah satu pembaca setia artikel saya semenjak 2010, jika ikut membaca postingan ini, tanggapan saya terhadap pertanyaan Anda singkat saja: 

"Mungkin mereka yang menginisiasi lahirnya resolusi hitam tersebut adalah Membru RENETIL yang lagi mabuk. Saking mabuknya, mereka mengalami disorientasi. Disorientasi terhadap ruang di mana mereka hidup dan berpijak. Disorientasi terhadap waktu, jaman dan era yang sedang mereka lewati. Disorientasi terhadap diri sendiri dan orang lain, sehingga mereka tidak lagi mengenali diri mereka sendiri dan juga tidak mengenali orang-orang di sekitar mereka. Ini sama persis dengan "pasien psychosis" yang kehilangan kemampuan menilai realita.

Mengenai status mereka sebagai politikus PD (Partai Demokrat), saya hanya ingin mengatakan; jaman telah berubah. Manusia pun ikut berubah. Kepentingan politik bisa merubah orang baik kehilangan idealisme, kehilangan prinsip, kemudian berubah menjadi bunglow untuk berperilaku menurut tuntutan jaman. Sebagai akibat lebih lanjut, mindset orang bisa didekorasi. Hasil dekorasi adalah: "hitam bisa dilihat sebagai putih dan putih bisa dianggap hitam. "Lisannya putih kemilau, tapi lakunya hitam pekat". 

B. Paulo Freire: "Pendidikan Adalah Praksis Pembebasan"

====================================

Pendidikan sebagai Proses Pembebasan. Mengacu pada Paulo Freire, pendidikan adalah praksis pembebasan. Ketika pendidikan tunduk pada logika utilitarianisme ekonomi, ia kehilangan daya emansipatorisnya. Pendidikan seharusnya membebaskan, bukan membelenggu pada dogma efisiensi pasar.

Dengan berpijak pada pemikiran Paulo Freire, pendidikan sejatinya adalah ruang dialogis antara guru dan murid, antara manusia dan realitas, yang bertujuan membangkitkan kesadaran kritis. Dalam ruang ini, manusia tidak dilihat sebagai objek yang dibentuk sesuai kebutuhan industri, melainkan sebagai subjek yang aktif memahami, mengkritisi, dan mengubah dunia. Ketika kebijakan pendidikan disandarkan sepenuhnya pada tuntutan pasar kerja, maka proses pembentukan kesadaran kritis itu terputus. Pendidikan menjadi monolog—satu arah, seragam, dan steril dari keberagaman makna hidup manusia.

Lebih dari sekadar transfer pengetahuan, pendidikan yang membebaskan mengajarkan keberanian untuk bertanya, menggugat, dan menolak ketimpangan. Dalam dunia yang terus dilanda krisis kemanusiaan dan ekologis, pendidikan semestinya melahirkan insan-insan yang mampu melampaui kepentingan jangka pendek. Menutup jurusan hanya karena alasan "pragma oversaturation", dianggap tidak “menguntungkan” dari sisi ekonomi dan pasar kerja, berarti menutup kemungkinan lahirnya para filsuf, sastrawan, sejarawan, dan pemikir yang justru menjadi penopang utama peradaban yang berkeadilan. Sebab dalam sunyi pergulatan ide dan kebudayaan, peradaban menemukan arah dan maknanya.

Ivan Illich, seorang Filsuf, pemikir kontemporer, yang lahir di Vienna Austria pada 4 September 1926, dan meninggal di Bremen Jerman, pada 2 Desember 2002, yang juga seorang Pastor Katolik Roma, pernah berkata: "Sekolah itu tidak penting. Tapi untuk mengatakan sekolah itu tidak penting anda harus sekolah dulu". 

Yang jadi pertanyaan adalah; "Bagaimana orang bisa pergi ke sekolah untuk mengetahui bahwa sekolah itu tidak penting, sementara untuk pergi ke sekolah saja sudah dilarang preman-preman mabuk?"


Catatan Kaki: 

Pandangan Paulo Freire mengenai makna pendidikan yang saya sampaikan di atas, dikutip dari artikel berjudul: SAPIENTIA VERSUS UTILITAS: "Sebuah Tafsir Filosofis Atas Rasionalitas Instrumental Dalam Kebijakan Penutupan 14 Jurusan Pendidikan Tinggi di Timor-Leste", karya Rama Cristo, S-33.Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama