RETORIKA KOSONG RAMOS HORTA


Dalam tayangan YouTube berjudul “What Israel and Palestine Can Learn From Timor-Leste”, José Ramos-Horta kembali tampil dengan narasi lama soal perdamaian dan rekonsiliasi.
Horta muncul sebagai “nabi perdamaian” dari sebuah negara kecil di Asia Tenggara. Ia bicara lembut soal toleransi, pengampunan, dan menolak dendam. Diperkenalkan sebagai penerima Nobel Perdamaian, ia bercerita bagaimana Timor Leste memilih untuk tidak membalas setelah “24 tahun pendudukan Indonesia.” Kata-katanya terdengar indah, tapi sayangnya, hanya indah di permukaan—kosong di dalam.
Horta bahkan berkata, “Not one single Indonesian soldier was ever executed by us in 24 years of our struggle.”
Pernyataan ini merendahkan akal sehat. Masa iya, perjuangan bersenjata selama dua dekade tidak pernah menewaskan satu pun tentara lawan? Jadi, mereka perang pakai bunga dan doa?
Faktanya, Ramos-Horta bukanlah pejuang lapangan. Ia adalah tokoh luar negeri yang menjual narasi dan propaganda anti-Indonesia ke dunia internasional. Saat status Timor Timur mengambang di mata dunia, Horta justru memanfaatkannya untuk tampil sebagai corong “perjuangan kemerdekaan.” Dari sanalah ia mendapat panggung internasional dan akhirnya menyabet Nobel. Tapi yang dunia tidak tahu adalah: di tanahnya sendiri, dia tidak menyentuh rakyat kecil yang jadi korban konflik. Ia tidak pernah benar-benar mengurus luka-luka sejarah itu secara serius.
Sekarang, Horta senang mondar-mandir di forum global, bicara tentang rekonsiliasi, seolah-olah dia berhasil menyatukan sesama Timor yg bertikai. Padahal, konflik internal masih ada. Ketimpangan tetap terasa. Tidak ada satu pun mekanisme rekonsiliasi yang benar-benar menyentuh korban dari masa lalu, terutama korban kekerasan yang dilakukan oleh Fretilin terhadap sesama orang Timor Timur—termasuk dari APODETI dan UDT.
Segala kepalsuan ini akan terungkap pada waktunya. Dunia boleh saja terus percaya pada sosok yang bicara manis soal perdamaian, tapi rakyat yang hidup dengan luka sejarah tidak akan lupa. Saat suara-suara dari korban yang dibungkam mulai terdengar, ketika sejarah yang disembunyikan mulai terkuak, maka topeng Ramos-Horta akan runtuh. Dan saat itu tiba, dunia akan sadar: mereka telah memberikan penghargaan tertinggi kepada seorang propagandis, bukan pendamai sejati.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama