oleh: Basmeri Integrasionis
Banyak kawan dari Timor Leste yang akhir-akhir ini menyerang saya—bukan karena saya mencaci mereka, tetapi karena saya menulis kebenaran yang tidak mereka sukai. Tulisan-tulisan saya dianggap mengusik kenyamanan narasi tunggal yang selama ini mereka pertahankan. Bagi saya, perbedaan pandangan adalah hal yang biasa. Namun ketika kritik mereka sudah menyentuh ranah pribadi, membawa-bawa keluarga, menyinggung kehidupan saya di luar konteks politik dan sejarah, maka jelas mereka telah melewati batas yang wajar.
Saya tidak pernah memulai dengan caci maki. Saya hanya menulis, dan itu saja sudah cukup membuat mereka gelisah. Tapi jika jalan yang mereka pilih adalah menyerang pribadi saya, maka kali ini saya akan menjawab dengan cara yang sama—agar mereka tahu, bahwa tidak selamanya saya diam. Bila mereka menempuh jalur nyinyir dan ejekan, maka saya pun akan merespons dalam bahasa yang mereka mengerti.
Karena kadang, untuk menjawab mereka yang kasar, perlu digunakan cermin yang memantulkan wajah mereka sendiri.
@semua orang Untuk kawan2 Timor Leste, yg tidak suka dengan tulisan saya. Anda boleh bangga dengan sejarah yang selama ini Anda pelihara, meski sesungguhnya sarat dengan kepalsuan, manipulasi, dan proses yang cacat secara moral maupun hukum. Namun ketahuilah, di sini — di Indonesia — masih banyak yang tidak pernah dan tidak akan pernah mengakui keberadaan "negara" Timor Leste yang lahir dari proses curang dan tekanan internasional yang berat sebelah. Maka sah-sah saja jika kami mempertanyakan legitimasi yang selama ini Anda banggakan.
Kesalahan besar lainnya adalah bagaimana Anda kini menerapkan diskriminasi kepada sesama anak bangsa — sesuatu yang tidak pernah kami lakukan saat masa Integrasi. Kami tidak memilih siapa yang layak dan tidak layak menerima hasil perjuangan. Bahkan mereka yang dulu memegang senjata untuk melawan kami — termasuk algojo FRETILIN seperti Lukas da Costa — tetap diberi kesempatan sekolah, diberi ruang untuk hidup, bahkan difasilitasi.
Semua itu hanya mungkin terjadi karena pejuang Integrasi sejak awal tidak berjuang demi kelompoknya sendiri. Kami berjuang demi semua orang Timor, tanpa memandang ideologi, pilihan politik, atau posisi masa lalu mereka. Kami tidak mengklaim hasil perjuangan sebagai milik pribadi atau kelompok. Kami tidak membangun sistem yang menyaring hak hanya untuk “yang satu garis.” Itu sebabnya, meski kami terdepan dalam perjuangan, kami justru yang terakhir menikmati hasilnya — karena bagi kami, Integrasi adalah panggilan nurani, bukan proyek pencitraan.
Berbeda dengan Anda hari ini. Anda bangun negara, lalu klaim bahwa hanya Anda dan kelompok Anda yang layak menikmatinya. Mentalitas “kami yang berjuang, kami yang berhak menikmati” itulah yang membuat anda terlihat kerdil, bahkan di mata rakyatnya sendiri. Itu bukan cermin bangsa besar — itu cermin kelompok yang belum selesai dengan masa lalunya, dan masih sibuk menyingkirkan mereka yang berbeda.
Jadi, jangan pernah menggurui kami tentang arti perjuangan, apalagi soal siapa yang lebih berhak bicara atas nama Timor. Karena yang sejati tidak selalu yang paling banyak bicara — tetapi yang tetap konsisten meski tidak diberi panggung.