1.Ilusi Romantik Kemerdekaan vs. Realitas Pahit
Banyak yang mengira bahwa menjadi negara baru berarti langsung sejahtera. Nyatanya? Lihatlah contoh nyata:
Timor Leste – Setelah dilepaskan dari Indonesia, mereka justru terjebak dalam krisis pembangunan, ketergantungan pada bantuan asing, dan ketimpangan ekonomi yang parah.
Sudan Selatan – Merdeka dari Sudan pada 2011, tapi langsung terjerumus ke dalam perang saudara berdarah yang belum usai hingga sekarang.
Yugoslavia – Pecah menjadi beberapa negara kecil, tapi Bosnia dan Kosovo masih bergulat dengan ketidakstabilan politik dan pengakuan internasional.
Kemerdekaan bukan jaminan kemakmuran. Justru, jika tidak siap, itu bisa menjadi awal dari penderitaan yang lebih dalam.
2. Risiko Internal: Perebutan Kekuasaan & Perpecahan Elite
Masalah terbesar setelah merdeka? Berebut kekuasaan.
Setiap kelompok merasa paling berjasa, setiap tokoh merasa paling layak memimpin. Hasilnya?
Konflik internal seperti yang terjadi di Aceh pasca-MoU Helsinki, di mana mantan kombatan saling bersaing memperebutkan pengaruh.
Fragmentasi politik karena tidak ada pengalaman membangun negara yang stabil.
Politik balas dendam menggantikan agenda pembangunan.
Contoh paling jelas? Libya setelah jatuhnya Gaddafi. Negara itu kini dikuasai milisi-milisi bersenjata, tanpa pemerintahan yang kuat.
3. Ancaman Eksternal: Dijajah Gaya Baru oleh Kekuatan Global
Kalau Papua, Aceh, atau Maluku merdeka, apa yang terjadi?
Mereka akan menjadi negara kecil di tengah permainan geopolitik global.
Papua punya tambang? Siap-siap jadi incaran korporasi asing seperti di banyak negara Afrika.
Aceh punya lokasi strategis? Bisa jadi pangkalan militer atau ekonomi negara besar.
Maluku punya jalur laut vital? Akan dikuasai oleh armada asing.
Tanpa NKRI, mereka akan sendirian melawan raksasa seperti Tiongkok, AS, atau Australia. Kedaulatan mereka hanya akan jadi formalitas—di atas kertas merdeka, tapi dalam praktiknya dikendalikan oleh kepentingan asing.
4. Indonesia: Lebih Baik Diperbaiki Daripada Dipecah
Indonesia bukan negara sempurna. Masih banyak ketimpangan, ketidakadilan, dan masalah pembangunan. Tapi memecah belah bukan solusi.
Kita seperti satu rumah besar dengan banyak kamar.
Ada yang sudah rapi, ada yang masih perlu perbaikan.
Tapi lebih baik kita perbaiki bersama daripada masing-masing membangun gubuk sendiri.
Dengan tetap bersatu:
.Kita punya daya tawar kuat di dunia internasional.
.Kita bisa membangun infrastruktur besar seperti tol trans-Jawa atau MRT Jakarta.
.Kita bisa melindungi sumber daya alam dari eksploitasi asing.
Kalau pecah? Kita hanya akan jadi negara-negara kecil yang mudah dikendalikan pihak luar.
Kesimpulan: Merdeka Bukan Cuma Soal Bendera, Tapi Kemampuan Bertahan
Merdeka itu bukan sekadar punya bendera, lagu kebangsaan, atau kantor presiden.
Tapi soal:
Bisa kah kamu membiayai negaramu sendiri?
Bisa kah kamu melindungi rakyatmu dari intervensi asing?
Bisa kah kamu mencegah perang saudara?
Indonesia memang belum sempurna, tapi memecahnya bukan jawaban. Solusinya adalah memperbaiki ketimpangan, memperkuat keadilan, dan membangun bersama.
Karena kalau rumah besar ini hancur, kita semua yang akan kehilangan tempat berlindung.
Masih mau merdeka? Atau mau fokus membangun Indonesia yang lebih adil dan maju bersama-sama?
Tags:
Ex-Timtim